Wednesday, June 6, 2012

Pesona Air Terjun Campuhan dan Air Terjun Mekalongan di Bali

Catatan perjalan alamku kali ini menuju ke Air Terjun Campuhan Bali,  Campuhan dalam Bahasa Bali artinya percampuran atau pertemuan. Maksudnya pertemuan dua air terjun. Air Terjun Campuhan yang memiliki ketinggian sekitar 45 m.Air Terjun Campuhan terletak di Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Tidak seperti kebanyakan air terjun yang biasanya berada di tengah hutan atau di tebing yang curam, Air Terjun Campuhan berada di antara perkampungan penduduk dan kebun cengkih. Jaraknya sekitar 16 km dari Kawasan Wisata Bedugul atau 66 km dari Denpasar. Melalui jalan berliku setelah Candi Kuning, sayur-mayur dan pasar-pasar tradisional terdapat pada jalan menuju Buleleng, menawarkan pemandangan indah Danau Buyan dan monyet-monyet yang sedang bersantai di pinggir jalan. Monyet-monyet tersebut jinak dan tidak berbahaya, tetapi dapat menjadi sedikit agresif jika mereka diberi makan.


Memasuki Desa Gitgit, air terjun kembar Campuhan merupakan air terjun petama yang terletak di sebelah kiri .Dari tempat parkir, memerlukan perjalanan kira-kira 500 meter, tiba di loket tiket dengan Biaya tiket masuk : Rp 5.000,00 per orang., itu berarti bahwa masih memerlukan jarak sekitar 700 meter dari lokasi air terjun yang terkenal ini.  


Air Terjun terdiri dari dua buah air terjun yang berdampingan yang bentuknya kembar. Kedua air terjun ini tidak begitu tinggi namun arusnya cukup deras. Di bawah air terjun terdapat kolam kecil dengan air yang sangat bening dan dingin. Air terjun ini terlindung di antara tebing yang sempit dan dikelilingi pepohonan hijau sehingga suasana di sekitar air terjun agak gelap.Pepohonan hijau yang ada di sekitar air terjun membuat suasana semakin sejuk dan asri.

Untuk menuju air terjun Campuhan ini kami harus naik turun tangga untuk mencapai air terjun. Karena Air Terjun Campuhan sudah sangat tersohor, jalan dan anak tangga di Air Terjun Campuhan ini terawat dengan baik sehingga memudahkan para turis untuk mengunjunginya.Suara air terjun telah dapat didengar dari jari 200 meter dan setelah beberapa langkah dapat melihat sejumlah besar air jatuh dari ketinggian 45 meter dan menghujam batu-batu besar di bawahnya. 

 Di pinggir jalan yang di lalui menuju air terjun terdapat beberapa toko souvenir yang menjual berbagai souvenir khas Bali. Di sepanjang jalan, kami juga menjumpai banyak anak kecil yang menjajakan souvenir berupa kalung dan gelang manik-manik aneka warna. Kehadiran anak-anak penjual souvenir tersebut cukup mengganggu para turis karena mereka menjajakan dagangan kepada para turis dengan sedikit memaksa. Sebaiknya sahabat bertindak tegas kepada mereka. Kalau Anda tertarik untuk membeli souvenir dari mereka langsung tawar saja. Kalau sahabat tidak ingin membeli, ya bilang saja tidak, agar mereka tidak terus mengejar sahabat.


Catatan perjalan alamku kali ini menuju ke Air Terjun Mekalongan Bali, air terjun ini merupakan kelanjutan dari Air Terjun Campuhan.
  


Air Terjun Mekalongan sedikit lebih tinggi daripada Air Terjun Kembar Gitgit. Sumber airnya berasal dari aliran sungai Air Terjun Campuhan/Air Terjun Kembar Gitgit, sehingga debit airnya menjadi lebih besar dan arusnya lebih deras. Air terjun ini sedikit lebih tinggi daripada Air Terjun Campuhan dan berada di bawah jembatan. 

Tuesday, June 5, 2012

JATILUWIH, With Natural Beauty Typical Bali Rice Terraces.


Sekejap menjauh dari keramaian kota, mengilang dari bangunan-bangunan beton dan menikmati kehijauan Catatan Perjalanan Alamku mengunjungi  Jatiluwih sebuah obyek wisata alam yang menarik karena memiliki pemandangan alam yang indah. Jatiluwih dengan pemandangan sawah yang di latar belakang Gunung Batukaru  dan berhawa sejuk serta suasananya terasa nyaman. Desa Jatiluwih berada di ketinggian 850 mdpl di atas permukaan laut di lembah Gunung Batukaru. di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Lokasinya berjarak 50 kilometer utara Denpasar atau sekitar 1,5 jam perjalanan dengan berkendara mobil atau sepeda motor. Perjalanan yang panjang, berliku dan melelahkan langsung terhapus setelah menyaksikan hamparan sawah hijau yang membentang di atas perbukitan yang berkelok. Hempasan semilir angin yang turun dari Gunung Batu Karu memberikan kesejukan bagi jiwa dan raga.


Desa Jatiluwih termasuk dalam salah satu obyek wisata dengan panorama indah yang sesuai dengan namanya: jati dan luwih. Jati berarti benar-benar dan luwih berarti utama dan cantik. Pematang sawah berterasering ini hadir dengan hutan dan gunung sehingga destinasi ini menjadi tempat yang menarik untuk anda kunjungi. Jatiluwih juga merupakan salah satu penghasil beras terbesar di Bali selain itu area ini menjanjikan rute trekking yang dapat ditempuh dengan dua jam berjalan kaki. Di desa ini sobat dapat mengunjungi Pura Petali yang digunakan untuk memuja Tuhan sebagai pemberi berkah dalam sektor pertanian.

Berjalan kaki menyusuri pematang sawah menjadi hal lazim yang dilakukan sobat untuk merasakan dan menyentuh langsung bulir-bulir dari tanaman padi yang eksotis ini. Selain berjalan kaki di sepanjang pematang sawah, sobat juga bisa menikmatinya dengan bersepeda. Ada beberapa jalan setapak yang bisa dilalui dengan bersepeda. Jalur ini mengantarkan sobat memasuki lebih jauh hamparan sawah yang segera panen dalam waktu dekat. Selain menikmati keindahan hamparan sawah, Anda juga bisa menyimak aktivitas warga setempat yang berjalan kaki mengusung daun kelapa kering atau menjunjung keranjang. Bersepeda memberikan keleluasaan menyusuri jalan menurun atau menanjak mengikuti bentuk persawahan. sobat dapat menyusuri jalan setapak yang mengantarkannya memasuki hamparan sawah yang lebih luas lagi. 

Sepanjang perjalanan, hanya terpampang hamparan sawah dengan dihiasi beberapa pohon kelapa atau pondok kecil tempat beristirahat di tengah pematang sawah.

Persawahan Jatiluwih tak pernah habis menghadirkan cerita dan sensasi yang berbeda bagi pengunjungnya. Jika pada musim tanam, wisatawan menyaksikan petani membajak sawah dan menanam bibit padi, kini setelah mendekati musim panen, wisatawan mendapatkan panorama hamparan sawah yang berwarna hijau keemasan.


Sejarah Jatiluwih 

Konon ceritanya nama JATILUWIH berasal dari kata  JATON dan  LUWIH. Jaton artinya Jimat, sedangkan LUWIH  artinya bagus. Bertitik tolak dari arti kata tersebut maka Desa Jatiluiwih berarti sebuah Desa yang mempunyai Jimat yang benar-benar bagus atau berwasiat.
Sumber lain ada yang menceritakan bahwa di tengah Desa ada kuburan binatang purba yakni seekor burung Jatayu. Dari kata Jatayu ini lama kelamaan mengalami perubahan bunyi menjadi JATON AYU yang berarti Luwih atau Bagus. Jadi JATON AYU  sama dengan Jatiluwih. Demikianlah akhirnya kata Jatiluwih sejak dulu ditetapkan menjadi nama Desa dan sampai saat ini belum pernah mengalami perubahan.

Oleh karena Desa Jatiluwih sudah dikenal sebagai suatu Desa yang mempunyai jimat yang benar-benar bagus/berwasiat, yang dapat dibuktikan dengan adanya hasil-hasil yang cukup memenuhi kebutuhan hidup bagi semua para pendatang dan terjaminnya keselamatan selama mengembangkan kehidupan bertani. Maka pada jaman yang lampau banyaklah Brahmana, Kesatria, Wesia dan Sudra dari Daerah Tabanan yang berkunjung ke Desa Jatiluwih dengan harapan memohon keselamatan golongannya masing-masing. Akhirnya mereka itulah yang mendirikan Pura-Pura yang ada sekarang di Desa Jatiluwih seperti Pura Luhur Petali, Pura Luhur Bhujangga, Pura Rshi, Pura Taksu dan lain-lain.

Mengenai penduduknya menurut cerita para Leluhur masyarakat Desa Jatiluwih, semuanya merupakan orang-orang pelarian dari berbagai daerah, beberapa diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut :Pada waktu Patih I Dewa Agung Putu Maruti yang memerintah di Puri Kaleran Karangasem melakukan penyerbuan ke Klungkung, maka keadaan disana menjadi kacau. Oleh karena kekacauan inilah banyak rakyatnya yang melarikan diri mencari tempat yang dianggap aman. Diantara rombongan pelarian itu yang berasal dari Kusamba melarikan diri sampai ke Kaki Bukit Batukaru. Ditempat ini mereka mendirikan perkampungan yang mereka namakan Kesambahan. Sampai saat ini ada salah satu  Banjar yang bernama Kesambahan. Kata Kesambahan berasal dari kata Sambeh (Bahasa Bali) yang berarti terpencar. Jadi oleh karena pendatang di Kaki Gunung Batukaru adalah pencaran dari Kusamba wilayah Kabupaten Klungkung, maka tempat tinggal pendatang itu dinamakan Kesambahan.

Pada saat Bendesa Buduk yang bernama Pasek Tohjiwa dikalahkan oleh Raja Mengwi, maka beberapa rakyatnya tidak mau tunduk kepada Raja Mengwi. Mereka pergi mengasingkan diri ke kaki Bukit Batukaru, mereka ini menempati berbagai Desa. Salah satu rombongannya yang paling besar menetap di Desa Jatiluwih. Memang benar sampai saat ini kebanyakan penduduk Desa Jatiluwih adalah warga Pasek Buduk. Ada lagi rombongan yang berasal dari Singaraja, yaitu dari Desa Gobleg. Salah seorang Pasek Gobleg kena fitnah dan diancam akan dibunuh atau dihukum mati oleh Raja Buleleng. Mungkin karena ketakutan, mereka bersama anak-anaknya melarikan diri sampai ke Desa Jatiluwih dan menetap disana sampai sekarang.
Berdasarkan uraian diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa penduduk Desa Jatiluwih sebagian besar nenek moyangnya merupakan orang-orang pelarian yang tidak mau tunduk pada perintah orang-orang yang dianggap musuhnya. Akhirnya setelah mereka mempunyai tempat tinggal yang tetap, maka mulailah dilakukan kegiatan membuka areal perkebunan dan persawahan. Demikian sejarah singkat mengenai Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.